Friday 25 May 2018

Cerpen; Gadis yang tertidur di tepi trotoar


Gadis yang tertidur di tepi trotoar

 


    Gadis itu kembali menangis pada malam yang semakin larut, rasa sesaknya tak dapat lagi bisa ditahan. Mereka keterlaluan, makian itu terus menggema di telinganya. Air mata makin deras mengalir di pipinya.

   "Hey anak bodoh! Pergi sana dengan keluargamu yang miskin! Bikin malu komplek ini saja."

   "Bener itu, Bu. Anak ini memang sepatutnya diusir dari komplek kita."

    Kata-kata itu, teriakan itu! Gadis kecil itu berguncang hebat, berusaha bertahan. Tapi rasa sakit itu tak dapat lagi bisa terbantahkan. Muka-muka bengis mereka, mengepungnya. ' Tuhan, apa dayaku kali ini,' dia terus menangis dalam sujudnya  rintik-rintik air mata terus saja membanjiri pipinya.

   'Aku telah berusaha menahan sakit ini, tapi aku lemah, saat orang-orang itu mengatakan hal-hal buruk tentang keluargaku. Tuhan, ada banyak kesakitan yang mengitari kepalaku, seperti bom yang terus berdentum di kepalaku.'

   Kini, gadis itu meringkuk di tepi trotoar. Dia tak memiliki siapa-siapa lagi. Ayahnya telah pergi, ibunya telah tiada. Tak memiliki tempat berlindung dari panas dan hujan. Tak ada lagi tempatnya berkeluh kesah selain pada-MU.

   Dia terlelap dengan tenangnya, begitu damai, setelah membicarakan semua deritanya kepada-MU.

   Pagi itu, aroma kasturi menyeruak ke semua tempat di komplek Bayangan Senja. Orang-orang menangis melihat gadis itu pergi, dengan penuh penyesalan mereka meminta maaf. Tapi, ucapan mereka tak mampu mengembalikan nafas gadis itu, gadis yang kini telah dipeluk Tuhan agar tak lagi dicaci mulut-mulut kotor kita.

Bandung Barat, 2017