Wednesday 21 June 2017

Cerpen; Keping-Keping Cerita Senja

Keping-Keping Cerita Senja


   "Maaf aku tak sanggup meninggalkannya. Kupilih dia, Na," ucapan lelaki itu bagai kaset rusak yang terus berputar dalam kepalaku. Andai maaf tak terucap dari bibirnya, rasanya tak sudi memasukan lelaki itu ke dalam hidupku lagi. Biar lepas terlerai dan berlalu bersama senja waktu itu.

    Yah, karena kata-kata itu! Kemarau panjang mendera jiwaku sepanjang tahun, kuhabiskan waktu sore untuk menyusuri permainya desa. Memandang tak jemu pepohonan yang berjajar menghiasi tepi jalanan menuju ladang, seperti tentara yang berbaris rapi. Ujung-ujung rantingnya kering, mungkin siap meranggas seperti harapanku yang pupus.

    Tetapi senja kala itu, bebatuan  menatapku cemas. Mungkin takut kaki bingungku menginjaknya, karena lelaki yang telah pergi itu kembali mengetuk pintu sanubari, dan perlahan-lahan terbuka seolah menyambutnya.

    "Apa kabar Na? Boleh aku sebentar singgah ke rumahmu?"

    Dada terasa sesak. Seketika mataku menatap wajahnya yang teduh. Gaduh detak jantung berpacu. Aku tak percaya, debar-debur cinta itu sejak kapan menghampiriku lagi. Terpaku sesaat. Senyumnya lalu tergurat. Ah aku gila! Kemudian jiwaku terjaga, padahal senja waktu itu hendak berlalu.

    "Baik Mas tentu saja. Bagaimana kabar kekasihmu?" Hendak kubuka luka lama, agar lelaki itu tahu, bahwa perih ini masih ada di sudut jiwa akibat ulahnya.

    "Dia telah tiada, Na. Kecelakaan kereta telah menjadi akhir jalan Selly menemaniku. Dia meninggal saat dibonceng olehku."

    "Aku turut berduka cita. Silahkan duduk, aku buatkan teh dulu," ucapku sambil masuk ke dalam rumah.

    "Terima kasih, Na."


   *****

    Lelaki berparas teduh di depanku terus bercerita tentang perjalanan pernikahannya. Aku hanya bisa mematung sambil sesekali mengangguk, --mencoba-- setuju dengan semua yang dia katakan. Lelaki itu terlihat sangat bersedih, hingga di bawah sinar senja wajahnya sedikit pucat.

    "Mengapa hingga saat ini kau belum menikah, Na?" pertanyaan menyebalkan! Harusnya dia tahu apa jawabanku.

    "Aku masih percaya suatu saat kau akan kembali."

    "Kau harusnya melupakanku, karena rasanya tak mungkin menjadikan cerita masa lalu kita, kita ubah jadi masa depan. Aku pamit, terima kasih untuk semua obrolan hangat ini." Lelaki itu beranjak, lalu berjalan menjauh secara perlahan.

    Seperti butiran pasir, waktu terus turun dan berkurang. Temaram mulai mengganti bias senja yang cantik. Malam telah hadir dan seseorang telah meletakan bintang-bintang di atas langit.

    Bulan mulai mengurai terang. Sesekali bimtang di dekatnya mengerling manja. Hhmmm ... buat apa meresahkan pertemuan tadi. Bukankah esok akan kutemui lagi senja lain. Dimana bahagia mungkin saja akan menghampiri. Lagi pula aku kurang paham, apakah itu cinta atau kaget, karena tadi tak kulihat bayangannya ketika berjalan di bawah sinar matahari.



Bandung Barat 2017
#Ar_rha
@Ardian_handoko

*Note; Cerita ini terinspirasi dari sebuah prosa dari buku 1 dari 1001 kehidupan,
 karya Nana indrianadengan judul yang sama. 

Wednesday 14 June 2017

Prosais; Sebuah Titik

Sebuah Titik


     Jika saat ini dirimu temani aku di titik terendah, aku ingin dirimu pula yang temani aku di titik puncak, titik nol bukan lautan، Sayang, tapi di mana aku tak punya tempat berpegang selain Tuhan dan cintamu. Dirimu adalah sosok yang kuijinkan dan Tuhan takdirkan. Tempat aku mengadu tentang kerasnya dunia saat air laut yang asin itu masuki mataku, bahkan ombak yang menggulung itu coba tarik aku menuju titik yang lebih rendah lagi, iia coba mengelabuiku, dia bercerita tentang indahnya karang dan ikan, tapi haruskah aku ikut tenggelam ke dalamnya? 

     Inginku ajak dirimu menuju titik tertinggi, di mana kita bisa bersama-sama melangkah melewati rerumputan kering, dan jalan licin berkelok, jajaki tangga-tangga kehidupan yang berikan nilai-nilai kehidupan yang berharga, tentang kuasa Tuhan yang mampu berikan rizki, bahkan pada hewan yang paling menjijikan bagi kita.

     Saat istirahat tiba, walau langit gelap, walau udara dingin menusuk tulang kita, tapi kita bisa melihat kemilau langit yang indah, ketenangan hati yang tak pernah bisa dibeli, tentang nikmatnya menghirup udara kayu yang terbakar meski menyengat, kita bisa bercerita tentang masa depan, tentang apa yang kita impikan, bahkan kia bisa bercerita tentang masa lalu yang indah, mengharu biru, yang akan kita jadikan kenang-kenangan indah di masa yang akan datang.



Image result for gambar anime romantis di gunung
*Pict by google

Bandung Barat. 14/06/2017

(Prosais) Tentang kita

Tentang kita


      Ada warna-warna yang terus tergambar dibenakku. Tentang kau, tentang dia, tentang kita. Membias menjadi pelangi pada putih biru atau abu-abu. Sebuah inspirasi tentang persahabatan, air mata serta titik-titik perjuangan yang menggaris menjadi rasi bintang.

      Tawa-tawa masih menggema di langit kamarku. Menghibur sebuah pilu di ujung perpisahan. Aku tau, ini bukan kehilangan, tapi sebuah titik pijar dari sebuah perjalanan panjang. Sahabat, percayakan semua kenangan itu di ranting memori. Percayalah, tak ada beban yang berat saat kita bersama, karena retiap lelucon konyol atau kelakuan gila kalian, telah membubarkan galau-galau yang tengah menjajakan sebuah tangis.

      Esok, semoga seorang pemimpi seperti aku berada di titik normal seperti manusia lainnya, dan kita kembali berbagi cerita diselingi tawa-tawa lagi seperti dulu.


Image result for gambar kartun anak sekolah romantis
Pict by google
.
Bandung Barat, 14/06/2017
@Ardian_handoko

Saturday 10 June 2017

(Puisi) Tentang Kamu

Tentang Kamu



Malam menjelang mengganti siang
meninggalkan sang surya pada peraduan
kini rembulan tengah bertengger
ditemani kerlipan bintang di langit semesta 


Angin berhembus membelai rambutku
temani sepi dalam rongga batinku
angan melayang menerobos ruang waktu
menuju tak terbatas pada imajinasi semu


Kususuri luasnya lautan
mencari cinta yang hilang
berharap dari indah di sana
kutemukan kamu

Bandung Barat, 10/06/2017
@Ardian_handoko

Wednesday 7 June 2017

(Prosais) Perasaaan itu seperti bunga

Perasa itu seperti bunga



     Ada bunga-bunga yang tumbuh tanpa pernah kau semai, ia memilih bermekaran tanpa perlu menunggu belaianmu. Memanjakan matamu, meski sesaat, lalu dipakai para bocah-bocah kecil bermain. Tapi tidak bisa begitu dengan cinta, Dini.


      Yang tumbuh di sisi-sisi taman, mengganggu netramu itu benalu, Din. Rumput-rumput itu tak diharapkan, seperti sekumpulan penyesalan.


      Tapi jika itu sebuah keputusan, selamat menata tamanmu sendiri, aku pamit meski perasaan-perasaan itu tak bisa seutuhnya kucabut. Bahkan ketika harus dibakar.


      Kukirimkan do'a-do'a yang semoga menyinari jalan masa depanmu (juga aku)

Bandunng Barat, 07/06/2017
@Ardian_handoko

Thursday 1 June 2017

Prosais; Catatan masalalu


    Rasanya menyenangkan mengingat kau dan semua kenangan kita dalam gelap, samar namun terasa begitu dekat dengan nadiku, cerita masa lalu itu bergerak dan kita seperti menonton film 3D yang kemana pun  kita menatap, kita hanya melihat kenangan itu bergerak seperti kupu-kupu di atas taman yang indah, rasanya hanya itu yang bisa kita fikirkan, bayang-bayang samar menari dalam hangatnya lilin kenangan yang tanpa kusadari, cairkan air mata yang dulu membeku dalam tatapan penuh imajinasi sempurna.
    Saat lagu kudengar begitu keras, tawamu yang begitu indah menggantinya, seperti alunan gitar yang dimainkan oleh dewa, mendengar bait-bait katamu, hati kuterjatuh dalam kebahagian semu, melihat aku dan kamu berdekatan begitu mesra hingga petir di langit yang gelap pun rasanya hanya membelai telinga kita, seharusnya kita tersadar bahwa cinta kita abadi dalam balutan ruang dan waktu, meski harus berakhir dengan tangis dan derita.

    Mimpi indah itu berakhir, berganti dengan dunia yang membuat keretakan hati, mengalirkan panasnya lava dipipi yang tampak tak seindah rembulan, remang-remang masa depan terasa gelap tanpa penjelasan berarti, seperti memasuki gua tanpa ditemani pantat kunang-kunang yang berkelap kelip indah tak terkira, tanpa lentera dan yang jelas tanpa hadirmu.

    Coretan-coretan yang dulu tak berharga, kini jelas melebihi emas, bagai penyihir, membuat permata dari debu yang berterbangan tertiup angin, bahkan angin terasa seperti tornado, entahlah mengapa dunia kini berbeda.
    Dunia begitu berpasangan, siang-malam, langit-bumi, cinta-derita, tawa-duka, hingga rasanya pelangi tak seindah dunia yang memilikinya, hingga suatu saat kusadari, ulat yang menjijikan itu bisa berubah menjadi kupu-kupu cantik pada saatnya, bahkan kini kutersadar, saat dinginnya udara subuh menusuk tulangku, indahnya langit pagi saat itu tak tertandingi, Tuhan tuliskan cerita indah di balik kesulitan kita, dia buat kita berpikir saat kepedihan datang, kita tak sadari banyak hal-hal indah di sekeliling kita, seperti saat malam pekat, dan dingin yang menyerang, DIA perlihatkan bintang yang berkelap-kelip indah di atas kepala kita bersama rembulan yang mungkin cahayanya redup atau sebagian tubuhnya hilang dimakan mahluk-mahluk langit, hingga hanya terlihat melengkung indah seperti senyummu.


30/05/2017, Bandung Barat
@ArdianHandoko