Friday 22 November 2019

Kumpulan Puisi; Kemanusiaan

Setelah Terang, Pekat ini tak ingin Hilang


Hutan-hutan dibakar
pohon-pohon berlarian tanpa akar
ke pemukiman
meminta pertolongan

Ular, harimau, orang utan mengungsi
minta pertolongan ke meja direksi
televisi
semua penonton terbahak
lalu pamit
dengan atau tanpa
basa-basi
basi!

Kabut asap datang menyusup
dalam udara-udara
serupa kekasih yang tak diinginkan
manusia

Katanya ...
katanya ...
bayi rusak paru-parunya
bumi rusak paru-parunya
penjahat lingkungan baik, segalanya
kecuali otaknya

Seorang penonton drama
tertawa-menertawakan-ditertawakan
tanpa merasa bahagia

Semua menganggap ini
sebuah lelucon

Orang-orang berdoa
kepada langit
setelah pekat
tapi hujan urung mendekat

Bandung Barat, 27/09/2019


19/10 Bintaro

Nyawa-nyawa lepas dari jasadnya
kala kereta terkapar
luka-luka menjelma ditepi stasiun
Jakarta berdarah jadi sejarah

Kukenang lagi kisah pilu
di antara kisah usang berdebu
air mata merintik disela netra
kabarkan bela sungkawa, atas duka

Langit pun menangis
iringi jerit, mengingat ketakutan
dalam kelam; gulitanya malam
do'a terucap dalam ratap

Saudaraku
semoga kalian tenang di sana
aku akan slalu mengingatnya
peristiwa Bintaro yang melegenda


Bandung Barat, 22/10/2016

Saturday 16 November 2019

Prosais; Kau yang Terindah

Kau yang terindah


      Kita mulai saling mengenal, sedikit tapi berkesan. Seperti tetesan embun di atas daun, pagi yang ditemani dirimu pun akan selalu berujung sejuk. Kadang kenyamanan itu hadir antara dua orang yang berbeda. Saling melengkapi--mengisi, seperti jalinan  janur yang merangkai sebuah ketupat, menyisakan tengah yang kosong, lalu kita isi dengan cerita, dan akan menikmati semua hingga akhir.

      Saling percaya, hanya itu modal kita, karena irisan rasa telah membumbui kenyamanan yang kita rasakan. Menggoreng cemburu, menjadikannya taburan di atas hidangan cinta, seperti sayur sop ditambah bawang goreng.

      Jangan tanya kenapa pengibaratan yang keluar hari ini malah makanan, karena senyummu yang manis adalah hidangan pembuka saat adzan magrib terdengar dan itu lebih dari cukup tuk hilangkan lapar yang mendera.

     Dan kita saling mengerti, bahwa ada saatnya kita bersama meski waktu magrib dipengakhiran Ramadan tahun ini kita masih masing-masing, tapi kuharap ada restu orang tuamu di tahun depan, karena tanpanya aku tak akan pergi ke syurgamu.

      Cinta . . . dirimu mengerti keinginanku akan bertambah kuat jika ditambah doamu. Daya pikirmu yang menatap semua dengan unsur "sebab-akibat" sedangkan aku membuat semuanya sesimple membuat kata "S-E-L-E-S-A-I" semoga dirimu tak pernah bosan membacanya.

Bandung, 09/07/2016




Kau yang terindah


Sesal


   Mengapa waktu pergi menjauh, kala mata ini menatap rasa cintanya begitu utuh. Dengan tulus mengalir,  basahi ruang-ruang hati yang selama ini hampir mati tanpa air. Kau seperti udara untuk api, yang jika tanpamu rasanya mati.

   Jelas dia tak seterang mentari,  tapi berkat dia, kutemukan apa yang selama ini kucari. Penjelas yang memantapkan hatiku hingga bergerak bebas.

   Dia tak pernah mengeluh di depanku meski terkadang, wajahnya termenung memandang awan. Dia memikirkan kebaikanku, tapi aku hanya memikirkan diri sendiri. Harusnya dari dulu aku sadar, bahwa dia memang yang terindah

   Kini tak ada lagi sosoknya. Ragaku tak bisa lagi bersanding dengannya. Tak ada lagi yang menarikku kala berjalan di lumpur nista, karena kini ia telah tiada. Sesal tak berarti, tapi kenyataan datang tanpa mau mengerti.


   Tangisku tak menyelesaikan segalnya, selain jadi sebuah pelantara lara keluar dari isi  hati. Kumpulan kata-kata hampa yang tercipta, hanya jadi biola tanpa nada . . 

. Bandung Barat, 17/03/2013 

Saturday 9 November 2019

Prosais; Ada Cinta yang Tercecer di Antara Jarak Kita



Ada Cinta yang Tercecer di Antara Jarak Kita


Merekam kejadian demi kejadian lalu seling membagi dengan harapan, suatu saat nanti, akan ada masa kita memiliki kejadian dan perasaan yang sama, tetapi dengan sudut pandang yang berbeda.

Sama-sama berjuang menyegerakan pertemuan. Bukankah cinta adalah bunga yang selalu mekar di segala musim? Dia akan mekar, hanya dengan pengorbanan? Itu yang kuingat pernah kau katakan padaku. Aku mengangguk. Meng-iyakan katamu. Namun, nyatanya kita hanya dua orang yang dipertemukan di sebuah jalan dan akan dipisahkan di sebuah persimpangan. Tujuan kita berbeda. Kita dipertemukan hanya untuk saling menjaga, tetapi tak selamanya.

Ada perasaan yang tercecer di antara jarak kita. Ada yang tak terungkapkan dan jadi menyebalkan. Mungkin ini terjadi karena pengharapanku padamu terlalu jauh, di atas pencapaian tanganku yang pendek. 

Kediaman adalah mahluk hitam yang perlahan-lahan menelan segala kepercayaan yang kita tumbuhkan bersama. Seperti waktu, tabir akan menyingkap apa yang kita tak ketahui sebelumnya.

Bandung Barat, 13/01/2018


Pict By Author


Ada Tangisan Perihal Luka

Mengemas harapan yang telah mati. Menguburnya di pekarangan tanpa siapapun tahu. Kebohongan, menjadi alat yang kita jadikan pembenaran, perihal luka yang masih meninggalkan sisa.

Menjadi pilu.Kita berduka atas kematian harapan. Senyum menjadi teman yang pergi merantau, entah kapan kembali, entah sampai kapan kembali. Hanya rintik waktu yang tersisa di altar kesunyian. Hanya jejak langkah takdir, di jalan sempit bernama kesialan.

Kita berdua berduka atas takdir yang menjemput. Seolah luput. Seolah lupa tentang janji bersama hingga keriput. Oh ... langit menangis kembali, dan menceritakan perihal luka.

Seperti Nabi Adam yang dipisahkan dengan Hawa saat diturunkan ke bumi. Seperti   sabda, tanpa penerima. Seperti laut, tanpa ikan. Seperti itu aku kehilanganmu.

Kau, aku, dan segala yang tersisa dalam tangisan perihal luka.

Bandung Barat, 24/10/2018 

Pada Kenyataan



Rindu hanyalah air putih dalam gelas. Rasanya tergantung sirup yang dituangkan kekasihmu. Setiap manusia pasti pernah merasakannya, hanya saja ada beberapa kasus yang bertepuk seblah tangan.

Kini kita tak banyak bicara pada akhirnya. Kau sibuk dengan terus mengejar mimpimu, aku terlalu payah untuk bergelut soal mengiklaskan yang tak tergenggam. Kadang, cinta menjadikan setiap dari kita bodoh. Sudah tahu tersakiti, malah mencoba untuk dinikmati. Cinta juga menjadikan kita makhluk yang egois. Tuhan tak menggariskan, tapi kita mencoba melepaskan.

Mungkin salahku yang terlalu banyak, hingga tidurpun kini tak nyenyak. Berharap bangun dengan kau di samping, sedang kenyataan menjadikan kita tak berdamping. Sial rasanya.

Terkadang, aku tak bisa membedakan fiksi dan kejadian nyata. Kau terlalu indah untuk menjadi nyata, tapi mencumbumu dalam fiksi saja aku tak terima. Aku merasa, setengah kegilaan yang tak berasal dalam hidup ini berasal dari senyummu. Sungguh bodoh aku ini. Terlalu terpuruk dan ambruk. Namun memaksa berjuang tanpa penopang.

Wahai, Kau. Adakah langit pernah menceritakan kesendirian ini padamu?

Bandung Barat, 15/06/2019 

Thursday 7 November 2019

FlashFiction; Lukisan Telur


 Lukisan Telur


   "Kak, lukisannya kosong!" Pagi-pagi sekali adikku sudah berteriak di ruang tengah. Malas sebenarnya untuk bangun, tapi teriakan itu terus diulang-ulang.

    Setengah berlari aku menghampirinya, lalu memeriksa lukisan yang terpajang di dinding. Harusnya lukisan tiga telur itu berada di sana, dengan corak asing yang entah apa namanya, katanya ini, dibuat oleh tangan kekasihku, Rini. Kini hanya tersisa kanvas putih menggantung di tempatnya, tanpa garis atau coretan apa pun.

    Akhirnya kami berdua bersepakat mencari ke semua tempat di rumah ini, mulai dari kamar tidur, ruang tamu, ruang keluarga bahkan, kolong-kolong meja dan kursi. Tapi tetap saja kami tak menemukannya, kecuali kulit telur yang telah mengelupas di tong sampah. Aneh memang, bagaimana mungkin sebuah lukisan gambarnya bisa hilang.

    Matahari kini mulai membagikan cahaya kepada seluruh mahluk di permukaan bumi, ayah dan ibu pun kini sudah bangun dan siap pergi bekerja ke kantor.

    "Kalian mencari apa sih? Tumben kompakkaya gituh." tanya ibu setelah menyiapkan sarapan.

    "Telur di lukisan tengah rumah gak ada, Mah."

    "Mamah gak tau," jawab ibu tanpa ambil pusing.

    Tiba-tiba saja, terdengar teriakan ayah yang ketakutan di kamar mandi, "Anak-anak apa Ayah gak salah lihat kalau ada naga di kamar mandi kita?"

    Aku dan adik saling tatap dan terheran karenanya.
Bandung Barat, 2017

Wednesday 6 November 2019

Puisi; Merayakan Kematian


Kenang kunang-kunang



Hidup mendoakan yang mati
karena hidup untuk mati
mati yang mati
Dik Marti

Suatu saat kita akan dikenang
dikenang kunang-kunang
sebelum hilang
agar tenang

Luka akan kering
waktu tak 'kan memburu
napas akan terempas
raga tinggal tulang belaka

Maka dari itu, Dik Marti
sebelum kita mati
kita contoh kunang-kunang
meski sinarnya tak terang
masih bisa menjadi petunjuk
untuk orang yang disesatkan makhluk terkutuk

Bandung Barat, 14/08/2017



  Kematian



Aku belajar 
membaca takdir
pada buku-buku kosong
aku tertawa
menerka-nerka masa depan
kulempar lilin, lampu dan api
masih tanpa isi
aku memang buta

Bisu mengajariku bahasa isyarat
bahwa dunia tak semuanya bersyarat
si tuli mengajari aku dialog
aku dicaci, "Kau goblok!"

kami bertiga tertawa
sedang si buta menangis
"Kain-kain abadi sedang ditenun
kendaraan empat supir sedang dijalankan
dan kalian masih saja tertawa?"

Kematian sedang menanti
belajarlah syukur dan sabar
setiap hari
agar semua baik-baik saja
agar nanti baik-baik saja

Bandung Barat 13/05/2017


Orang yang Dirindukan Surga

 

Aku tertunduk
membungkuk dalam kikuk
hati mengutuk
mengingat salah yang menumpuk

Surga pernah bicara
Empat golongan dia damba
akhirat kelak ingin bersama
diberi nikmat tiada tara

Satu pembaca al-qur'an
Baca lalu amalkan
diajarkan kepada teman
atau handai taulan

Dua penjaga lisan
tutur kata begitu sopan
membuat sekitar menjadi segan
dalam hati tak ingin imbalan

Tiga pemberi makan
pada sodara atau teman
saat sempit atau lapang
tak segan pula ulurkan tangan
untuk siapa pun yang membutuhkan

Terakhir tak jauh beda
puasa adalah isinya
nafsu bisa dikontrolnya
dituntun otak dan iman
tak hanya lapar yang ditahannya.

Bandung, 06/06/2016.