Saturday 18 May 2019

Prosais; Melepasmu

 Jika ini yang terakhir, Din



   Bila masih mungkin, aku ingin lanjutkan cerita romantis ini. Namun, jika tak mungkin, aku akan tetap bangga pernah bersamamu. Jadi yakinlah, aku saat ini benar-benar bahagia.

   Aku senang, ketika salah tingkah saat membalas candamu. Aku bahagia, ketika kita saling melempar canda yang entah. Meski hanya lewat layar datar yang dulu sering kali kubanting karena menjenuhkan. Rasa terima kasih tak terbatas untukmu, yang pernah lambungkan hati ini, hingga menembus langit-langit imaji.

   Salam rinduku untukmu, meski tak pernah saling pandang. Namun aku merasa bersyukur pernah mengenalmu, tertawa dalam candamu, larut bersama ceritamu, terisi oleh puisimu. Sebuah kenangan yang berharga, ketika kita berdebat tentang suatu hal.

   Jika ini terakhir kali kita berbalas prosa, maka kupastikan akan menyimpannya baik-baik di dalam ranting memori. Akan selalu kubaca dalam sunyi atau pun ramai. Meski sejujurnya, aku tak pernah mau kehilanganmu.


Bandung Barat, 2017


Screenshot anime


Melepasmu


   Melepasmu adalah caraku membahagiakan dirimu dan hatiku.  Melerai ikatan yang mengikat, dari rambut, hingga kaki yang pernah menginjak lumut. Melepaskannya satu persatu, tiada jemu.

   Melepasmu adalah jalan panjang yang kutempuh demi sebuah harapan baru. Mencari kebahagiaan untukku, menemukan apa yang kau tak temui dalam diriku. Hingga kita berdua bisa kembali tertawa, meski dengan orang yang berbeda.

   Memang benar, bahagia yang kita cari sama. Hanya versinya saja yang berbeda.

   Melepasmu adalah pilihan berat yang kurasa seperti kehilangan segalanya. Aku tahu kita berdua akan terpuruk, tetapi kita berdua pasti bisa bertahan agar tak ambruk. Aku percaya, kebahagiaan akan datang bagi mereka yang berjuang.

   Melepasmu adalah kebahagiaan yang tertunda. Tentang sesuatu yang bukan kita.

Bandung Barat, 19 Februari 2019


Saturday 4 May 2019

Cerpen; Lelaki Berkaca Mata Hitam yang Berjalan di Malam Hari

   "Saat lampu dimatikan, bayangan kita yang hitam itu pergi, meninggalkan mata kita yang terlelap."



***



    Aku tercengang mendengarkan semua penuturan Anya, kekasihku. Saat kutahu bahwa setiap malam, --setelah aku tidur-- dia bertemu laki-laki, yang dia sebut kembaranku. Bagiku, wanita itu hanya membual, untuk menutupi semua kesalahannya. Aku sangat yakin akan hal itu. Dia mengelak dan berusaha menceritakan semuanya padaku, akan kuceritakan kembali kisahnya pada kalian semirip mungkin.


***


    Lelaki itu hendak menemuiku lagi malam ini. Di tempat biasa, cafe 22 yang sangat terkenal di kotaku. Malam ini terasa lebih gelap dari biasanya, tak ada sinar rembulan atau kerlipan cahaya bintang. Di luar cafe, hanya ada sorot lampu, serta suara klakson mobil-mobil  elit yang mungkin saja telah menemukan mangsanya. Entahlah siapa yang dimangsa. Harta atau kehangatan dosa.

    Seperti biasa, aku menunggu kedatangan lelaki itu di sudut, menunggunya dengan was-was, lalu saat dia berada di depan cafe, aku memanggil pelayan, memintanya mematikan beberapa lampu, agar ruangan ini sama redupnya seperti langit malam tanpa bulan.

    Pertama kali aku mendengarkan ceritanya, aku menganggapnya gila, pembohong, juga seseorang yang ingin memisahkan aku dengan Andra, kekasihku. Kami akan melangsungkan pernikahan tahun ini. Dia bercerita tentang kekasihku bahwa siang tadi di kantornya dia ketiduran di toilet. Aku menertawakannya, tapi setelah kutanyakan pada Andra, itu benar adanya.

    Lalu dia bercerita tentang hari-hari yang dilalui Andra, dan anehnya, jawabannya selalu tepat. Dan mulai sejak itu, kami selalu bertemu untuk membicarakan Andra.

    Lelaki di depanku ini selalu memakai kaca mata hitam, padahal suasana malam pasti membuat orang-orang normal tak akan bisa melihat dengan jelas.

    "Sudah lama nunggunya, Anya?"

    "Seperti biasa, kau selalu terlambat."

    "Aku harus menunggu Andra tertidur lebih dahulu."

    "Baiklah, apa yang ingin kau ceritakan kali ini?"

    "Aku harus berbicara jujur sekarang, bukan tentang Andra, tapi tentang aku."

    "Maksudmu?"

    "Aku adalah bayangan Andra, hidup dan selalu memakai tubuhnya ketika dia tidur."


***


    Gila bukan? Aku yakin dia hanya berbohong! Aku tak mau mengakui bahwa cerita ini benar adanya. Dia terus mengelak saat kutuduh berselingkuh, dia malah meneruskan ceritanya.

   "Baiklah, ini lelucon yang tidak lucu sama sekali, Dri."

    "Kau boleh melakukan pembuktian."

    "Caranya?" Aku rasa, lawan bicaraku memang sudah gila adanya.


     Lelaki berkaca mata hitam itu mulanya ragu. Terdiam. Namun, setelah beberapa teguk  kopi, dan segala keheningan yang mencekam, Andri membisikan kata-kata tertentu yang sebenarnya sulit untuk kupercaya.

     "Apa aku harus melakukan hal setega itu pada kekasihku?"

   Dia mengangguk,  lalu berjalan melewati cahaya lampu trotoar, sebelum pada akhirnya lenyap dari mataku.



***





   Dan yang paling gila. Malam ini, aku tidur dengan tangan dan kaki yang diikat. Ruang yang kutempati pun dibiarkan gelap. Hanya untuk pembuktian, bahwa Anya tak berbohong. Sial rasanya. Inikah yang harus kukorbankan demi cinta?

   "Kau sudah melakukannya, Anya?"

   "Tentu saja, silahkan kau cek di sana."

  Terdengar suara pintu dibuka, lalu suara langkah kaki. Apa mungkin itu Andri bayanganku? Tapi aku belum tidur! Jadi siapa lelaki yang tengah berbicara dengan Anya barusan?

  
Bandung Barat, 30/08/2017