Thursday 13 October 2016

Untuk Sodaraku.

Untuk Sodaraku.

     Kumainkan nada-nada sendu, dibalik awan hitam yang muram, dengan lirik tanpa irama.
Untuk sodaraku yang dirundung kesakitan akibat perang, yang anak-anaknya kehilangan orang tua, orang tua kehilangan anak-anaknya, di atas tanah, di bawah langit, aku teriakan satir jiwa.

~

      Untuk jiwa-jiwa yang terluka, untuk anak tak berdosa yang mati atas nama keadilan penguasa, yang bersembunyi dibalik sebuah misi damai.
 
      Pelurunya menembus dada, granatnya berdentum, hancurkan rumah mereka. Mencekam; Jeritan dan aroma anyir adalah kawan karib, dibiasakan dengan mayat-mayat yang hancur, berserakan. Darah adalah merah perjuangan kelompok mereka. Orang jompo tertatih, anak kecil merintih, demi sebuah pencapaian penguasa yang ingin ciptakan damai; Katanya.
 
~

      Semakin lama, suaraku habis, diganti gaungan misil yang porak porandakan desa kecil, tenda pengungsian semakin lama, semakin sesak. Deru peluru adalah seruan Menuju El-maut; begitu menyayat nurani. Lalu hujan mulai tercurah di pipi, sinar kehidupan meredup, cahaya harapan, perlahan hilang dari pandangan kami yang nanar.

(Iwan fals - Dibalik Mata Air)

Memetik gitar dan bernyanyi
pada waktu tak bertepi
di atas langit di bawah tanah
di hembus angin terseret arus
untuk saudaraku tercinta
untuk jiwa yang terluka.
~
Tengah lagu suaraku hilang
sebab hari semakin bising
hanya bunyi peluru di udara
gantikan denting gitarku
mengoyak paksa nurani
jauhkan jarak pandangku.

Bandung.Barat. 2016

No comments:

Post a Comment