Monday 20 March 2017

FlashFiction; Aku adalah Udara

 Aku adalah Udara


   Kutatap lagi wanita yang sedari tadi tersenyum bersama kedua sahabatnya. Sungguh, wanita berkerudung putih dengan kaca mata tebal itu telah menjerat hatiku, mendiami pikiranku, hingga bayangannya terus berputar dalam khayal.

   "Kalian masih inget Rendi?"


   "Lelaki yang culun itu?"


   "Yang tampangnya mirip alien?"

    Kedua temannya tertawa terbahak, sedangkan ia hanya merenggut.


    Aku merenung mendengarkan percakapan tadi. 'Tak pantaskah aku mencintaimu?'


   "Aku sedang serius. Terkadang pas mau tidur, aku mikirin Rendi. Gak sadar dan apa ya, dia unik menurutku."


   "Cha, coba dipikir lagi. Apa Rendi cocok buat terus jagain kamu?"


   "Gue setuju sama Silvi. Coba dipikirin lagi, Cha."


   "Kamu harus punya pendirian sendiri, Lyn."


   "Kata siapa Gue gak punya pendirian? Pendirian Gue, kan terus setuju sama Lo, Sil. Secara otak Lo paling encer di antara kita bertiga."


   Mereka kembali tertawa, meski tak sekencang tadi.


   "Apa mungkin cinta yang diberikan Tuhan ini salah, Cha?" Aku mulai beranjak, berusaha melebur di antara panas dan lalu lalang manusia di kota ini.


    Namun sebelum aku benar-benar pergi, kudengar Echa berbicara dengan suara sedikit tercekat.


    "Rendi ngilang dari semalem, aku denger kabar dari teman sekostnya. Di kamarnya cuman ada kertas, baju terakhir yang dia pake  sama sebuah alat hasil eksperimennya," -- tangisnya mulai mengisi suara di taman ini -- "seandainya dia tau, aku juga sayang sama dia."


Bandung Barat, 20/03/2017


No comments:

Post a Comment