Friday 24 March 2017

Cerpen; Nayla

Nayla



   "Kita sampai, Don," gadis itu terlihat sedikit lelah, tapi tak menutupi kesenangannya mencapai puncak bukit. Lengannya terus menarik laki-laki gempal di belakangnya. Pemandangan yang sungguh memalukan.

   "Akhirnya ..." Doni langsung membaringkan tubuhnya. "Setelah perjalanan melelahkan ini."

   "Kau payah sebagai laki-laki."

   "Kau terlalu tangguh untuk seorang perempuan," balas Doni dengan mata tertutup.

   Mereka berdua lalu tertawa.

   Setelah tenaganya terkumpul, lelaki itu berusaha untuk duduk. Ditepuknya pundak Nayla yang tengah asik menatap langit.

   "Langitnya cantik ya, Don."

   "Tak pernah melebihi cantiknya kamu."

   "Gombal!" Tangan Nayla ikut berbicara; mencubit.

   "Tapi kamu selalu suka 'kan?"

   Mereka berdua saling tatap, lalu sama-sama saling melempar senyum.

   Tangan Nayla seperti menunjuk satu bintang, lalu menunjuk bintang lain. Ajaib, di antara bintang-bintang itu kini terlihat garis-garis penghubung. Membentuk sebuah bentuk. Dengan penuh ketakjuban, mulut lelaki itu terbuka.

   "Apa yang kau lakukan, Nay?"

   "Lebih cantik bukan? Meski tak pernah seterang sirius, bintang ini memiliki hak istimewa di hatiku."

   "Maksudmu, Nay?"

   "Kau pernah bilang, bahwa beberapa saat sebelum menemukanku, kau melihat bintang jatuh. Lalu mengucap sebuah permintaan agar bertemu seorang gadis sederhana, yang kuat mendengarkan semua keluh kesahmu tentang dunia. Aku adalah bintang itu dan kini sudah saatnya aku kembali. Jika kau merindukanku, tataplah bintang di dari bukit ini. Tatap seberapa bersinarnya aku di atas sana."

   "Semoga kau bahagia, selamat tinggal."

 Tubuh Nayla memudar, serpihan-serpihan tubuhnya lalu berubah menjadi kupu-kupu namun seterang kunang-kunang.




  




Bandung Barat, 2017
#Ar_rha
@Ardian_handoko 

No comments:

Post a Comment