Saturday 11 March 2017

FlashFiction: Semangat Api

Semangat Api!


     "Selamat Mas, akhirnya kita bertemu lagi. Merdeka!"

     "Selamat ... selamat, akhirnya kau sampai juga di sini," ucap Komandanku saat berada dipasukan khusus, beliau menyalamiku.

    Aku masih merasa bingung atas ucapan mereka. Apa mungkin waktu kembali ke masa lalu, saat detik-detik pembacaan proklamasi. Aku hanya tersenyum kepada semua yang hadir dihadapanku. Kepalaku masih sedikit terasa pusing.

    Wajah-wajah mereka sungguh bercahaya, apa ini efek sinar rembulan yang terpantul pada wajah mereka. Tak ada ketakutan, atau suasana mencekam, kami semua diliputi kebahagiaan. Para prajurit lain pun sedang bersenda gurau dengan yang temannya.


    "Di mana pasukan lain komandan?"

    "Sebagian telah melanjutkan perjalanan, yang lain masih berusaha melepaskan diri dari belenggu"
 
    "Apa Belanda kembali? Atau Jepang masih belum mengakui kedaulatan negeri kita? Ayo kita bantu, Komandan! Saya siap mengangkat senjata kembali!"

    "Tenang-tenang, kita sudah harusnya beristirahat sodaraku, bukan Belanda atau Jepang, tapi sodara kita sendiri" Ia tersenyum sebelum melanjutkan kata-katanya, "biarkan anak cucu kita yang melawan bangsa mereka sendiri"

    "Apa ada kudeta? Kenapa mereka melawan bangsa sendiri?"

    "Tenanglah, kita telah memberikan tugas itu pada mereka. Kini saatnya kita harus percaya!"

    "Kita mungkin sudah pengsiun, tapi kita harus kembali menyatukan bangsa ini! Demi tanah air Ibu Pertiwi. Merdeka!" ucapku sambil berdiri. Tak tahan aku mendengar semuanya. Apa mereka tak tahu berapa banyak nyawa yang harus gugur demi kemerdekaan, dan persatuan ini.

   "Kau mau kemana sebetulnya?"

    "Aku ingin kembali berperang!"

    "Tak ingatkah kau apa yang terakhir kali kau lakukan?"

    "Aku ... aku ingat, aku sedang menceritakan bagaimana perjuangan kita mengusir penjajah. Lalu ... lalu ...." kata-kataku terhenti.

    Benar juga, aku telah mati karena serangan jantung siang tadi. Lalu aku ingat semuanya, komandanku ini telah mati saat terjadi pemberontakan di wilayah kami, dan orang-orang di sekitarku adalah korban dari pihak kami dalam peperangan. Aku masih hafal, tiga orang di dekat tenda adalah korban penembakan Jepang.


    "Tak perlu terkejut seperti itu, kita sudah memberikan warisan berupa tanah air dan semangat persatuan. Selain itu sebagian dari mereka masih mendo'akan kita. Yah walau pun kebanyakan dari mereka hobinya sekarang mengeluh"

    Melintas dipikiranku, seorang kawan pejuang yang kini tak memiliki tanah dan air, padahal dulu dia adalah pejuang. Sama seperti kami yang membela tanah air, namun nasibnya kurang beruntung hingga di usia senjanya masih harus berjuang demi kehidupannya. "Selamat berjuang kawan. Merdeka!"

Bandung Barat 2016

No comments:

Post a Comment