Tuesday 8 August 2017

Prosais; Ketika dan setelahnya

Ketika dan setelahnya



   Aku selalu membencimu, membenci jarak-jarak bisu, yang tanpa kata. Pertemuan yang sudah ditakdirkan pada garis sunyi yang dingin, entah kebekuan macam apa yang tega mengkelukan lidah, hingga mulutku kehilangan kata-kata, membuatku tak mampu bicara. Pada waktu, juga pada dirimu, gadis berkerudung biru.

   Dan kini, saat wajahmu yang cerah seperti pantat kunang-kunang itu pergi. Aku merindukan sosokmu, rindu pada setiap tingkah konyolmu, "Dasar gadis unik!" hanya itu yang kerap terlontar, karena hanya tiga kata itu yang sempat terucap.

   "Mengapa dirimu pergi juga pada akhirnya?" Aku mengutuk kisah yang harus berakhir ini. Dulu kuanggap dirimu peri, atau lebih tepatnya bidadari, yang kerap membawa sebotol tawa dan senyum, yang pernah kupunya namun lupa kusimpan di mana.

   Hari ini aku mengenangmu sebagai kenangan, kugenggam erat-erat. Mencoba menghabiskan luka yang bertahan pada secangkir kopi, sendirian.

   Harum lembut parfum perlahan memasuki indra penciumanku, dan sesosok bayangan gadis manis tercipta di depanku,. Tercipta dari ribuan ingatan yang membentuk kepahitan, juga kegetiran, yang hanya bisa kulawan hanya dengan merintih.

   "Langit biru, kicauan burung gereja juga wajahku yang imut ini hihi, menghiasi indahnya hari ini. Kak, seandainya yang pertama kali menghilang di dunia ini adalah aku, apa yang akan kakak rasakan?"

   Harusnya bayanganmu tak berbicara yang jawabannya sudah jelas seperti itu. Membicarakan hal yang tentu saja akan semakin menyakiti sepotong daging berwarna merah di dadaku. Harusnya kau tau!!

   Taman kota mendadak sepi di telingfaku, tak ada suara. Bahkan mungkin, petir menggelegar di siang panas seperti ini saja hanya akan membelai telingaku dengan lembut.

   "Seperti puisi SDD, kita abadi, kan?"

   "Hanya saja, waktu terlalu sibuk untuk terus mengenang kita," Aku menutup muka dengan kedua tanganku. Seandainya, seandainya! Hanya kata harapan bisa kuandalkan, kuterangkan pada bayanganmu yang tersenyum di depanku. Dik, anganku hanyalah selembar daun yang tertulis namamu, hanya namamu.

   Langit senja kini hendak digulung, diganti lukisan malam yang gelap. Dan seperti masa lalu,kita harus segera pulang.

   "Jangan bosan dengan bayanganku yang akan selalu hadir di mimpimu, Kak, hihi," ucap bayanganmu tengil.

   Bahkan, bayanganmu juga yang selalu menemaniku di saat nyata!


 Bandung Barat, 2017

No comments:

Post a Comment