Meski mata tak memandang, walau telinga tak mendengar, namun doa ibu akan terus memeluk kita. Tak pernah terputus, tak pernah terhenti. Tak akan pernah ada titik di dalamnya.
@ArdianHandoko
Dalam sebuah puisi, majas, diksi dan penghayatan merupakan unsur hal yang diwajibkan 'ADA' membalut. Sehingga bisa menjadikan pembaca larut dan hanyut dalam puisi si penyair. Dan dalam puisi karya Pak Cuk X Schobber II ini, saya mendapatkan kedalaman makna yang terasa sangat mewah, dalam kata-kata yang sederhana saja adanya. Hebatnya, dalam puisi mini ini (saya juga tak dapat memungkiri, ini sebuah fiksimini) saya mendapatkan kedalaman pikir, keluasan imaji dan keindahan puisi. Hebatnya lagi, dalam puisi yang secuil ini saya mendapatkan gema panjang yang tak berkesudahan.
TULUS
Doa ibu tak bertitik
Sebegitu hebatnya kasih sayang orang tua (Khususnya ibu) membuat kata
demi kata dalam puisi ini begitu hidup, Jujur saja, pertama kali
membacanya saya merasa wah dengan puisi mini (saya juga anggap ini Fiksimini) yang ditulis Begitu menyentil imajinasi, juga nurani. Ada
kedalaman yang lebih luas dibanding beberapa katanya. Tentang seorang
doa ibu.
So, ada amanat yang tercetak jelas, dalam sulingan puisi ini. Membuat kita (terutama sebagai anak) harus berusaha menuruti ucapan, keinginan dan harapannya pada kita. Karena saya pikir, tak akaan pernah ada seorang pun orang tua yang akan menyuruh anaknya agar masuk ke dalam lubang kelam.
Mungkin, ini arti ketulusan, seperti ikhlas yang tanpa ada sedikit pun kata ikhlas di dalamnya. Terima kasih tegurannya Pak
Bandung Barat, 2017
No comments:
Post a Comment