Tuesday 25 June 2019

Prosais; Seorang Wanita yang Menunggu Kenangan

Seorang Wanita yang Menunggu Kenangan



   "Mengapa kau masih terduduk di sini? Semua orang sudah pulang, dan di tempat ini seharusnya tak ada siapapun. Namun, kau malah asik bersantai."

   "Aku masih menunggu."

   "Siapa?

   "Seseorang dari masa lalu."


***

   Cinta itu kebodohan, cinta itu gila, buta. Membuat orang gagah, menjadi lemah.

   Segala kesalahan tentang cinta yang kau utarakan di atas, memang benar adanya. Dan semua itu terjadi padaku. Tapi tak mengapa, ini jalan yang ingin kutempuh,, ini jalan yang kuinginkan. Memangnya, apa sallah?

   Kesalahnnya mungkin, hanya karena kalian peduli, dan aku tak pernah mau mengerti.

   Pernah kurelakan kau berbahagia dengannya, tapi miris, jiwaku habis teriris.

   Membiarkan semua seperti seharusnya? Lalu, kejujuran yang mana yang harus kuutarakan pada kalian. Beribu kesibukan datang dan pergi, namun tahukah kalian, apa yang kupikirkan saat kesunyian menemaniku? Hanya namanya.

   Melamunkan senyumnya, yang berputar-putar pada lentingan waktu. Tetes hujan melaju, secepat kepedihan menerpa kejenuhan, juga hampa. Mencintaimu adalah fatamorgana. Yang kini menjadi hobi dan kewajibanku.

   Berharap takdir akan membawamu, membawa warna pelangi, yang kini hanyaberwarna abu-abu. Aku telah bertahan bertahun-tahun, dan entah sampai kapan.

   Tetes gerimis diarahkan angin menuju mataku. Biarkan menetes, biarkan terlerai. Biarkan yang gelap terus menjadi gelap, dan penerang tetap menjadi penerang. Sebab mencampurkannya, sama saja seperti kebodohan dan berbagai keajaiban menyatu.

   Sepi melintas, di antara peron-peron yang berkelap kelip. Adalah keramaian itu sunyi yang sesungguhnya. atas namamu, senyummu, membawa sebuah hujan pada mimpi-mimpi yang bertahan, yang perlahan mulai memudar.

   Muara telah gagal membendung rtinduku, hingga menjadi lautan. Kau tak percaya? Kemarilah, dan kita buktikan, bahwa perasaan ini nyata, bukan hanya seonggok sampah bualan.

   Tiga poros pecah, empat mata gagal terpejam dan sebuah kekecewaan, dilahirkan sebagai anak haram yang tak seorang pun ingin mengurusnya.

   Adalah pena dan kertas sajalah, yang menjadi temanku berbincang-bincang perihal kopi tanpa gula yang tertumpah pada takdirku.

No comments:

Post a Comment