Di Sini, Sendirian
Seberapa kuat aku memandang alam.
Seberapa kuat aku mencoba berbicara dengannya. Seberapa kuat aku ingin
memeluknya. Aku tetap menjadi buta, bisu dan kaku. Alam selalu berusaha menjaga
jarak dari tubuh kecilku. Awanku muram, hutanku tandus, lautanku kering. Semua
menjelma menjadi apa yang paling aku takuti. Kesendirian. Kesepian.
Aku di sini, sendirian. Memikirkan
bagaimana caranya untuk hidup normal seperti mereka. Bercengkrama tanpa
was-was, tertawa lepas, mengerjakan apa yang kuingin dengan bebas. Namun, semuanya
memang berbeda di mataku. Ibuku mentari, ayahku malam. Aku hanya bisa menekan
perasaan itu sendirian. Mereka berdua tak bisa kuandalkan.
Aku di sini, sendirian. Menimang
perasaan dengan gundah. Mencerna perasaan dengan payah. Mencoba mengeruk apa
yang tersisa dengan lemah. Aku air dari lautan yang hampir habis. Aku oksigen
setelah pabrik-pabrik dibuka. Aku hutan, yang menjelma gurun tandus.
Aku habis, aku hilang, aku lekang.
Bandung Barat, 16/08/2018
Apa artinya kesendirian? Gelap, rapuh,
dan kesepian. Daun-daun hijau yang menyimbolakan kehidupan telah gugur tak
tersisa. Ini tentang hidupku, yang diikat simpul oleh kondisi, dimana ruang dan
waktu hanya ada aku sendirian.
Aku putus asa atas apa saja yang
menimpaku. Matahari yang menyinari malah membakar ranting-ranting yang coba
kutumbuhkan. Matahari mirip dengan ibu. Dia sering kali memarahiku karena
hal-hal sepele. Memecahkan piring, misalnya. Atau melarangku menggambar, (Hal
yang paling kusukai) menurutnya itu pemborosan dan tak berguna.
Aku tersiksa atas perlakuannya. Hanya
saja, dia matahari. Siap membakar apa saja dengan sedikit percikan. Percayalah,
hidupku hanya ranting di lautan. Terombang ambing tanpa kepastian. Tak ada yang
dapat kupegang sebagai tumpuan, atau pijakan. Tanahnya amblas dilahap mulut
ibu.
Mereka tahu, mentalku sedikit
tergangu. Namun, itu tak dapat meluluhkan tekad orang tuaku tentang
kedisiplinan. Oh, iya. Ayah lebih mirip malam. Dia dingin dan gelap. Meskipun
sesekali masih sering memelukku. Ayah dan ibu saling melengkapi. Sedangkan aku
adalah sebatang pohon tua, menunggu kematian setelah daun harapan yang terakhir
gugur. Pendar cahaya di antara kabut ini pasti sebentar lagi mengajakku pulang.
Menuju kepada-NYA.
*Note; Prosa ini ditulis setelah melihat-lihat gambar Sybil
No comments:
Post a Comment