Saturday 5 October 2019

Cerpen; Melawan Lupa

MELAWAN LUPA



   Pada putaran waktu yang terus berputar, aku tiada bosan memikul rindu. Perasaanku terus menjelajah, memunguti keping-keping sejarah yang tercecer di antara canda dan tawa masa lalu. Aku masih merangkai harapan, menjadi namamu. Tiada bosan. Meski terkadang, kehampaan menjalar ke semua tempat di otakku.

   "Kita sudah jauh berbeda. Kita bukan anak kecil lagi sekarang, yang terus berkhayal dan berharap. Cobalah menerima takdir, Ri."

   "Biarlah ..., meskipun sakit. Aku akan tetap seperti ini."

   "Kamu harusnya seperti aku yang bisa melepaskan."

   "Seandainya cintaku dulu tak sedalam ini, tentu akan sangat mudah melupakanmu. Seperti kau melupakanku."

   Kulihat kau hanya menggelengkan kepala, lalu beranjak pergi tanpa kata. Meninggalkan akau dan semua kenangan tentang kita. Memang benar adanya, kita telah berbeda. Tapi apa salahnya bersikap seperti masa lalu?
***
   Kala keremangan menyelimuti, sering kutitipkan sejumput rindu pada angin. Berharapa disampaikannya rasa tak bisa dihapus. Dear, kesedihan itu menetap di hidupku. Hati yang malam ini kerap meratap. Berharap kisah cinta masa lalu kita yang manis dapat terulang kembali.

  Yah, mesli sudah berpisah, kita masih menyempatkan diri saling bertanya kabar, basa-basi tentang hobi dan menghabiskan waktu bersama. Kau sering kali menasehatiku bahwa ini semua takdir yang sudah ditetapkan, kita harus mematuhinya.


   "Aku merindukan kita yang dulu," ucapku sambil menangis. Aku memang payah, aku memang lemah.


   "Itu sudah tak mungkin terjadi, kita tak bisa melawan kodrat tabahkan hatimu!"


   "Kau sekarang egois, Kun!"


   "Meski dulu kita sepasang kekasih. Kita tak bisa mengulanginya lagi. Kita telah bereingkarnasi. Kau dulu perempuan, sekarang kau lelaki. Jika kita terus bersama, artiinya kita melawan kodrat."


   Lalu langit cerah menjadi gerimis, dan tak pernah kutemukan lagi lelaki yang telah mengisi hatiku, di masa lalu.


Bandung Barat, 2017

No comments:

Post a Comment