Thursday 10 October 2019

FlashFiction; Badut

 Badut


    Badut itu tampil dengan hidung tomat, rambut warna-warni, serta riasan dan tingkah konyolnya, membuat hari ulang tahun anakku berlangsung meriah. Bibir merahnya sesekali berbicara dengan cempreng, menghasilkan tawa dari bibir kecil anak-anak. Aku hanya memperhatikannya dari jauh, sambil menyediakan makanan serta minuman untuk para tamu.

    Sejujurnya aku trauma melihat badut, setelah apa yang terjadi di waktu kecilku. Namun, perasaan sebagai ibu yang mencintai Diana, anakku, membuat aku harus menekan rasa khawatir serta menyanggupi permintaan untuk mengundang badut ke rumah sebagai kado ulang tahun.


    Beberapa atraksi pun dilakukan badut itu, mengeluarkan burung dari topi, melempar bola-bola plastik, hingga pada akhirnya, dia meminta salah satu anak kecil itu untuk maju menjadi relawan.


    “Adek-adek, siapa yang mau bantuin Om Badut?”


    “Saya, Om.” Seorang anak laki-laki mendaftarkan diri, sambil berdiri.


    Anak kecil itu disuruh memegang apel di atas kepalanya dan sang badut mengambil ancang-ancang, menggumamkan kata-kata aneh, lalu melempar pisau dan ....


    Jleb!


    Tepat mengenai sasaran. Tepuk tangan pun bergemuruh.


    Kini tiba saatnya peniupan lilin ulang tahun, Sang badut sudah kuajak untuk beristirahat, sekalian memberinya uang bayaran, tetapi dia menolak sambil menyuruhku diam di tempat.


    'Mungkin dia masih ingin melihat keceriaan,' pikirku.

    Saat aku berbalik, terdengar jeritan-jeritan. Rupanya, dada Jaki (anak lelaki yang tadi jadi relawan) berlumuran darah, dan kulihat badut itu telah membuka riasannya, wajahnya rata, sama seperti badut yang tampil di masa laluku.


Bandung Barat, 30/08/2017

No comments:

Post a Comment