Saturday 19 October 2019

Ruang Bebas; Dear, Puisi


Dear, Puisi



   Dear, Puisi

   Bolehkah aku menceritakan sedikit resah yang mengganggu? Aku tahu kamu sedang sangat sibuk. Namun, aku berharap, semoga ada sedikit kesenggangan di antara banyak tugasmu. Jujur saja, entah pada siapa aku bisa bercerita pada sesama, selain kepadamu.

   Aku tak ingin menambah beban pikiran orang tua, atau bercerita secara sangat terbuka pada teman dekat. Bukan karena mereka tak dapat di percaya, hanya saja, aku merasa tak leluasa. Kupikir, tak ingin menyusahkan mereka. Jadi, sesibuk apapun kamu di sana, tolong jangan marah, karena aku mengganggu waktumu yang berharga.

   Dear, Puisi

   Apa aku salah menyalahkan takdir yang beberapa kali tidak sesuai dengan pikiran? Misalnya, aku tak ingin ribet dengan beberapa konsumen yang "rewel" dan bertidak sedikit jutek pada mereka. Dan juga, bolehkah aku membenci beberapa orang karena perlakuan mereka terhadapku? Atau aku berkata bohong pada beberapa situasi, hanya untuk menenangkan setiap letup di dadaku.

    Aku juga mengerti. Aku mungkin terlalu egois dengan beberapa kali terpaku pada pemikiran seolah kebenaran hanya milikku sendiri, dan menyalahkan pihak lain. Aku  juga kadang bingung pada diriku sendiri yang tak bisa jujur dengan perasaan. Aku sering kali tersenyum, bahkan di saat paling menyakitkan. Seperti kehilangan seseorang.

   Kadang aku takut tak bisa menjadi diri sendiri. Apa salah? Apa kalah? Dunia yang kulalui memang seperti itu, Puisi.

   Dear, Puisi.

   Malam pernah menyelinap ke kamarku. Memberikan beberapa opsi mimpi. Begitu indah, sangat indah malah. Namun, tetap saja saat pagi datang membangunkan, kenyataan membenturkan pikiranku begitu saja.

   Kadang ingin mengeluh. Merasa tidak menjadi manusia yang sepenuhnya saat menyimpan beberapa masalah dan mendiamkannya dalam kotak kesadaran. Apa salah? Apa kalah? Dunia yang kujalani kadang seperti itu, Puisi.

   Aku menyadari, manusia pada akhirnya akan hidup pada kesendiriannya masing-masing. Meski tak selamanya. Tapi apa harus semua kesakitan itu membuat aku menjadi seapatis ini?

   Kuakui kegoblokan diri sendiri yang terlalu memikirkan hal-hal yang sepele. Namun, waktu dan kepercayaan kupikir lebih berharga dari mata uang apapun di dunia. Jadi, semoga saja kamu bisa sangat mengerti akan hal itu, Puisi.

   Dear, Puisi.

   Terima kasih atas waktu yang kamu kosongkan untuk membaca tulisan ini. Jangan jadikan beban segala kata-kata di atas. Aku hanya ingin didengar, tanpa harus menjadi beban. Aku masih ingat beberapa katamu. Jangan kalah, jangan menyerah. Dunia selalu menyediakan jalan bagi mereka yang mau berjuang.

    Selamat pagi, siang, sore, dan malam. Bagi kamu yang sedang membaca ini.


Bandung Barat, Agustus, 2019

No comments:

Post a Comment