Saturday 9 May 2020

Cerpen; Surat Tanpa Alamat Penerima


Surat Tanpa Alamat Penerima




   Terdengar bunyi nada dering, sebelum suara  serak seorang lelaki menggantikannya.

   “Ha ... halo?”

   Sejenak  gadis berkulit sawo matang  itu menjadi ragu. Ia menarik napas panjang, mengumpulkan kata-kata, lalu berbicara,  “Boleh kita bertemu?”

***

   "Ini hanyalah sebuah lelucon," ucap seorang lelaki petinggi kantor yang bertugas mengirimkan amplop  nahas itu. Salah satu anak buahnya telah berputar-putar mencari alamat penerima yang ternyata tak dicantumkan. 

   “Dasar iseng,” gerutunya lagi. Amplop itu ia buang lewat celah  jendela. Terbang  ke sana ke mari, lalu menumpang di atas sebuah  mobil box. Angin menurunkannya di suatu jalan sebelum pada akhirnya tergeletak dan diacuhkan, mirip seperti perasaan pengirimnya.

   Empat hari si surat terabaikan, sebelum ditemukan oleh seorang gadis berkerudung biru setelah pulang dari tempatnya mengajar. Ditepuknya beberapa kotoran yang menempel, lalu menyimpannya dalam  saku  baju.

  Amplop itu kini berada di meja kamar. Sang gadis yang ternyata berambut panjang itu memperhatikan amplop yang telah berwarna kecokelatan. Menerka-nerka isinya.

   “Maaf untuk penerima yang sesungguhnya, jika rasa penasaran ini membuat anda menjadi orang kedua yang menerimanya,” ucapnya pelan seperti berbisik pada diri sendiri, lalu merobeknya.

   Dengan terbukanya surat ini, saya sebagai pengirim ingin menjalin silaturahmi serta berkenalan. Sebab ada sebuah pribahasa yang mengatakan, “Tak kenal maka tak sayang, setelah sayang, mari kita ke pelaminan.”

   Oleh sebab itu, saya mencoba memberanikan diri untuk mengirim surat yang tak tahu akan sampai pada siapa dan di mana. Namun, satu tujuan saya mengirimkan surat ini adalah mencari jodoh. Sebab dalam sebuah firman, segala di dunia ini diciptakan berpasang-pasangan dan saya yakin, bahwa jodoh bisa datang dari mana saja, dari arah yang tak terduga-duga. Dan ini adalah bentuk ikhtiar saya untuk memenuhinya.

  Kurang dan lebihnya saya cukupkan sekian.
  Selamat pagi, siang,atau malam. Tergantung kapan anda membacanya.
Tanda tangan pengirim


   Dada gadis itu berdebar  kencang setelah  membaca surat. Dilihatnya lagi kertas dalam genggaman, ada tiga catatan kecil di ujung. Dengan terburu-buru ia membacanya. Seolah-olah,  jika surat itu tak segera dibaca, rumah yang ia tempati akan diledakkan.

   *Surat ini hanya surat biasa, bukan surat tanah. Jadi tolong jangan di bawa ke pegadaian

   *Surat ini bukan lelucon, jadi mohon jangan ditertawakan. Tetapi seandainya ingin tertawa pun, saya tak akan menyalahkan, karena hidup yang sulit ini selalu menjadi ironi dan tertawa adalah cara terbaik menyembunyikan  luka.

  Catatan ketigalah yang membuat senyum gadis cantik itu merekah. Membuatnya segera mengambil gawai, membuka pola, lalu mengetikkan beberapa angka.

   *Pengirim: Jaka nomer yang bisa dihubungi 08xx-xxxx-x197

   Di mulai dengan cara aneh. Sepasang muda-mudi itu menjalin kisah demi kisah, hingga terjalin menjadi selembar kain yang mengikat kedua hati jadi satu.

  Benih-benih harap disemai di hamparan langit., tumbuh jadi tunas dan utuh. Lihat daun-daun sayang yang rimbun itu! Pengibaratan antara mereka yang kini dirundung rasa butuh.

Bandung Barat, 11/01/2020


No comments:

Post a Comment