Surat Tanpa Alamat Penerima
Terdengar bunyi nada dering, sebelum suara serak seorang lelaki menggantikannya.
“Ha ... halo?”
Sejenak gadis berkulit sawo matang itu menjadi ragu. Ia menarik napas panjang, mengumpulkan
kata-kata, lalu berbicara, “Boleh kita
bertemu?”
***
"Ini hanyalah sebuah lelucon," ucap seorang lelaki petinggi kantor yang bertugas mengirimkan
amplop nahas itu. Salah satu anak
buahnya telah berputar-putar mencari
alamat penerima yang ternyata tak dicantumkan.
“Dasar iseng,” gerutunya lagi. Amplop itu ia buang lewat celah jendela. Terbang ke sana ke mari, lalu menumpang di atas
sebuah mobil box. Angin menurunkannya di suatu jalan sebelum pada akhirnya tergeletak dan
diacuhkan, mirip seperti perasaan pengirimnya.
Empat hari si surat terabaikan, sebelum ditemukan oleh seorang gadis berkerudung biru
setelah pulang dari tempatnya mengajar. Ditepuknya beberapa kotoran yang menempel,
lalu menyimpannya dalam saku baju.
Amplop itu kini berada di meja kamar. Sang gadis yang ternyata berambut panjang itu memperhatikan amplop yang telah berwarna kecokelatan. Menerka-nerka
isinya.
“Maaf untuk penerima yang sesungguhnya, jika rasa penasaran ini membuat anda
menjadi orang kedua yang menerimanya,” ucapnya pelan seperti berbisik pada diri sendiri, lalu merobeknya.
Dengan terbukanya surat ini, saya sebagai pengirim ingin menjalin
silaturahmi serta berkenalan. Sebab ada sebuah pribahasa yang mengatakan, “Tak
kenal maka tak sayang, setelah sayang, mari kita ke pelaminan.”
Oleh sebab itu, saya mencoba memberanikan diri untuk mengirim surat
yang tak tahu akan sampai pada siapa dan
di mana. Namun, satu tujuan saya mengirimkan surat ini adalah mencari jodoh.
Sebab dalam sebuah firman, segala di dunia ini diciptakan berpasang-pasangan
dan saya yakin, bahwa jodoh bisa datang dari mana saja, dari arah yang tak
terduga-duga. Dan ini adalah bentuk ikhtiar saya untuk memenuhinya.
Kurang dan lebihnya saya cukupkan sekian.
Selamat pagi, siang,atau malam. Tergantung kapan anda membacanya.
Tanda tangan pengirim
Dada gadis itu berdebar kencang
setelah membaca surat. Dilihatnya lagi
kertas dalam genggaman, ada tiga catatan kecil di ujung. Dengan terburu-buru ia
membacanya. Seolah-olah, jika surat itu tak
segera dibaca, rumah yang ia tempati akan diledakkan.
*Surat ini hanya surat biasa, bukan surat tanah. Jadi tolong jangan di bawa ke pegadaian
*Surat ini bukan lelucon, jadi mohon jangan ditertawakan. Tetapi seandainya
ingin tertawa pun, saya tak akan menyalahkan, karena hidup yang sulit ini selalu
menjadi ironi dan tertawa adalah cara terbaik menyembunyikan luka.
Catatan ketigalah yang membuat senyum gadis
cantik itu merekah. Membuatnya
segera mengambil gawai, membuka pola, lalu mengetikkan beberapa angka.
*Pengirim: Jaka nomer yang bisa dihubungi
08xx-xxxx-x197
Di mulai dengan cara aneh. Sepasang muda-mudi itu menjalin kisah demi kisah, hingga terjalin
menjadi selembar kain yang mengikat kedua hati jadi satu.
Benih-benih harap disemai di hamparan langit., tumbuh jadi tunas dan utuh. Lihat daun-daun sayang
yang rimbun itu! Pengibaratan antara mereka yang kini dirundung rasa butuh.
Bandung Barat, 11/01/2020
No comments:
Post a Comment