Monday 29 March 2021

Review: Kumcer Kompas 2001

  Tentang Buku Cerpen Pilihan Kompas 2001

"MATA YANG INDAH"

 

 Penerbit: Buku Kompas 

Terbit: 2018 (cetakan ke-2)

Jumlah Halaman: 192 hlm.

Ukuran: 14 cm x 21 cm

 

    17 cerpen, satu kata pengantar dari penerbit, dan dua ulasan membuat saya cukup kenyang membaca dalam dua minggu terakhir ini. Sungguh membuat saya kenyang dari berbagai sisi.

    Menampilkan banyak sisi kehidupan yang mungkin jarang atau tidak pernah tersorot. Dengan gaya ungkap yang berbeda, orang-orang keren ini menampilkan bacaan yang begitu berisi dan bergizi. Selain itu, tema yang disuguhkan pun sangat variatif, membuat kita tak akan bosan melahap satu per satu ceritanya.

    Beberapa cerpen dibuat gelap. Kita (sebagai pembaca) hanya bisa merangkai kejadian demi kejadian, tetapi di akhir penulis memberikan kita keleluasaaan sendiri untuk menyimpulkan (atau menginterpretasikan)-nya sendiri.

    Ada pula yang gaya ungkapnya sederhana, tema yang diangkat sederhana, tetapi begitu sampai pemaknaan tidak sederhana. Jika saya boleh mengutip ulasan (atau esai) bagian akhir dari Alois A Nugroho:


--dan begitulah ukuran sastra bermutu menurut Ernst Cassier. Cerpen dapat dibaca apa adanya secara "realistis", dapat di tafsirkan pula secara "simbolis".

 

Secuil Kehidupan,             

Setetes Pengalaman       

 

    Di antara semua, ada tiga cerpen yang begitu istimewa bagi saya dan satu yang sangat unik. "MATA YANG INDAH" - Budi Darma, "IKAN DI DALAM BATU" - K Usman, "ZIARAH ARWAH-ARWAH BAYI" - Indra Tranggono, dan "DEJA VU: KATHMANDU" - Veven Sp Wardhana.

    "MATA YANG INDAH" Cerpen yang begitu dialektik (begitu khas Budi Darma) Tampak begitu tidak jelas dalam kejelasan, seperti cahaya kristal yang membias ke berbagai arah. Dan kita, hanya bisa terpesona dan mencoba menggapainya.

     "IKAN DALAM BATU" Bahkan hingga akhir, kita tidak diberikan kejelasan apa hubungan mimpi dan hal-hal yang terjadi kepada si tokoh. Adakah keduanya memiliki hubungan? Atau keduanya berdiri sendiri tanpa terikat? Kita dipersilakan menginterpretasikannya sendiri.

    "ZIARAH ARWAH_ARWAH BAYI"  Bercerita tentang bagaimana perjuangan seorang perempuan yang terjebak dalam suatau kondisi yang memilukan. Penggunaan gaya bahasa yang ciamik begitu memanjakan imajinasi. Saya selalu takjub dengan gaya bahasa seperti ini.

    Dan yang terakhir "DEJA VU: KATHMANDU" sangat unik. Kenapa seperti itu?

    Pertama, struktur ceritanya. Cerpen ini begitu unik dalam strukturnya karena memakai POV 3 dan POV 1 secara bergantian. Sesuatu yang baru (bagi saya) membaca cerpen seperti ini. Membuat penokohan terasa seperti membaur. Aku adalah kamu, kamu adalah mereka, dan lain sebagainya.

    Mungkin, di luaran sana ada yang mempertanyakan bagaimana bisa cerpen dengan dua sudut pandang seperti itu diperbolehkan? Saya pikir, sedikit kebebasan memberikan ruang bagi penulis untuk mengobservasi semesta sastra yang mungkin masih belum terjamah. Walaupun pendapat saya mungkin terasa sangat lemah dan tidak bisa dijadikan rujukan.

    Kedua, soal ikatan batin antara dua sodara kembar yang memiliki (semacam) kesamaan pada apa yang dilakukan, apa yang dirasakan, sampai-sampai salah satu tokoh samar-samar memiliki ingatan dengan seseorang yang bahkan (mungkin) tak pernah ia temui. Terasa sedikit absurd.

    Well, terlepas dari itu semua, bagi saya, cerpen ini sungguh unik. Barangkali, teman-teman yang telah membaca kumpulan cerpen (atau salah satu) ini memiliki pandangan lain? Tulis di kolom komentar, ya.


Bandung Barat, 2021

    

No comments:

Post a Comment