Wednesday 19 April 2017

FlashFiction; Setangkai Mawar


Setangkai Mawar



   "Lelaki yang jauh di sana, Puan. Telah mencapai puncak kerinduannya. Hingga, jika dia tak dapat mengutarakan isi hatinya, maka jiwanya dipastikan meledak. Oh jiwa yang malang, hatinya yang rapuh itu bertahan dari segala sunyi dan masa-masa indah.  Aku diutus atas dasar jiwanya. Bolehkah aku mulai ceritanya, Puan?" 

   Kedua lengan lelaki itu patah, lalu terjatuh ke lantai. Wanita itu tersenyum, dia tahu siapa yang mengirim lelaki ini ke sini.

   "Sajak-sajak rindu menghias kamarnya yang kelam. Puan, mungkinkah ada rinai yang kau baca dari kata-kata pemujamu itu? Meski berteman bintang-bintang gemerlap, namun tetap saja takdirnya terasa gelap. Apa kau merasa apa yang dia rasa, Puan?"

   Perlahan, kaki lelaki di depan wanita itu melepaskan diri dari tubuhnya.

   "Di sana, di kota perantauan yang disebut tempat mendulang mimpi. Dia tak dapat melupakan sedetik pun wajahmu, Puan. Seribu keluh melagu, beberapa bunga sempat merayu, tapi Puan, dia memilih bertahan dengan mencintaimu. Karena bagi dia, menuai kebahagian itu ada dalam dekapmu."

   Daun telinga lelaki itu pun gugur.

   "Ada biola yang tak berdawai, karena nada-nada terdengar lirih dari doa yang kau kirim dari jauh. Hanya saja, jarak adalah batas yang kini belum bisa dia tembus. Karena sebuah pengharapan itu terus dia cari untuk menerangi jalan-jalan yang akan kalian berserta anak-anak tapaki. Dia sungguh tersiksa rindu pelukmu, rindu masakanmu, rindu semua tentangmu, Puan."

   Akhirnya lelaki itu lenyap. Potongan tubuhnya yang jatuh berubah menjadi kelopak mawar dan kini tangkainya sedang digenggam sang wanita.

   "Aku pun masih begitu, Puan. Bahkan kini, orang-orang menyebutku wanita berpayung rindu."

Bandung Barat, 19/04/2017





CCgrup fipimi on facebook

 

No comments:

Post a Comment