Lihat aku di sini, Nona
Lihat aku di sini, Nona. Berharap kau akan pulang lagi kepelukku. Mengucapkan lagi cinta, meneruskan lagi cerita, hingga habis usia.
Suara tawa mencipta kelapangan resah, yang lelah. Mengirimkan pesan
terakhir lewat udara. Jika, bukan. Lebih tepatnya seandainya. Kau larut
aku hanyut. Kau terluka aku kehabisan tawa dan yang paling menakutkan,
kau pergi, aku mati.
Hal-hal buruk tak akan pernah terjadi, jika kelakuan terkutukku tak
menempel pada diri. Seutas benang kasih, dirajut sepasang kekasih,
hingga tercipta bentangan. Kupikir, tak akan ada seorangpun dari kita
yang bisa keluar dari lingkaran ini.
Lihat aku di sini, Nona. Disiksanya hati oleh rindu, candamu, tawamu.
Kau tahu, Nona, aku lebih sering memenjarakan diri sendiri pada sepi,
hanya untuk menikmati semua bayangmu sendirian.
Kembalilah ke sini, Nona. Aku tah tahu air mata yang mana lagi yang harus kucurahkan?
Padamu pernah kurelakan segalanya. Berharap, suatu saat kita akan terus
saling mengerti. Tentang semua kepercayaan ini, kuingin, kurasa,
kuharus. Namun sepertinya, aku harus menenggelamkan lagi diri pada
kesunyian.
Kita pernah sejalan, pada keinginan yang sama. Menekan ego yang timbul
tenggelam dalam dada. Ada yang jauh dalam dasar, mimpi kita. Kuharap,
kuingin, selamanya, hanya kau dan aku.
Lihat aku di sini, Nona. Tolong ....
Bandung Barat, 12/12/2018
Tangan yang
terbuka itu ternyata tak pernah menungguku, sedangkan anak-anak angin
telah menyebarkan benih-benihnya di ladang pengharapan.
'Tuhan, haruskah kupinta sebuah kemarau panjang untuk menjadikan tanaman yang tengah subur itu mengering?'
Enggan beranjak, aku terus menatap langit yang mulai didatangi lagi untaian awan. Hanya sekejap melihat cahaya yang membias, lalu perlahan menghilang. Pekat tak ingin hilang.
Terima kasih, selamat tenggelam
Semuanya akan baik-baik saja, ada atau pun tiada dirimu
Aku pernah berjanji, menemanimu sebagai sahabat. Namun, kau gagal menepati janjimu dan kuanggap *****at
'Tuhan, haruskah kupinta sebuah kemarau panjang untuk menjadikan tanaman yang tengah subur itu mengering?'
Enggan beranjak, aku terus menatap langit yang mulai didatangi lagi untaian awan. Hanya sekejap melihat cahaya yang membias, lalu perlahan menghilang. Pekat tak ingin hilang.
Terima kasih, selamat tenggelam
Semuanya akan baik-baik saja, ada atau pun tiada dirimu
Aku pernah berjanji, menemanimu sebagai sahabat. Namun, kau gagal menepati janjimu dan kuanggap *****at
Selamat menjadi kenangan, biarkan aku manjadi seseorang yang menemani
dialog hujan malam ini di kotamu, sebagai rasa sakit yang menelan
perlahan segalanya. Menelan titik-titik bahagia, yang coba kau rawat
bersama semesta
Kuanggap kau luar biasa menyembunyikan rasa yang sebenarnya. Sebagai kenangan, berdoalah aku bukan mimpi buruk
Yang terus menghantuimu, bahkan saat kau membuka mata
Kuanggap kau luar biasa menyembunyikan rasa yang sebenarnya. Sebagai kenangan, berdoalah aku bukan mimpi buruk
Yang terus menghantuimu, bahkan saat kau membuka mata
No comments:
Post a Comment