Ini Pagi ke Berapa?
Seorang pemuda tersesat di sebuah
hutan. Seberapa keras dia berusaha keluar, hasilnya tetap sama. Dia tak bisa
kembali. Pepohonan yang rimbun dan semak-semak yang menutupi pandangan. Sumber
air sulit dan makanan di dalam tasnya semakin sedikit. Situasi yang sulit untuk
di laluinya sendiri.
Setiap beberapa kilo meter dia
berjalan, dicarinya sumber penghidupan. Buah, pucuk pohon atau apa saja yang
dia anggap tak beracun. Tertidur di bawah bivak seadanya, ditemani api unggun
kecil sekadar untuk tetap menghangatkan diri.
Hingga di suatu titik. Di dalam hati kecil dia bertanya ‘ini pagi ke
berapa?’. Padahal, di tempat itu waktu tidak berfungsi sama sekali.
Gadis Kesepian
Dia kesepian. Menggores tanah berdebu
dengan ranting-ranting pohon yang patah. Sedangkan di sebelahnya, banyak sekali
manusia yang hilir mudik ke sana ke mari. Tertawa, berbincang, atau sesekali
menghela napas dengan berat. Bangku taman ini selalu menjadi tempat favorit si
gadis, tak peduli pada apapun.
Dia semakin merasa kesepian, setelah
sekian lama tak ada yang mengajaknya bicara. Gadis itu kini berpikir untuk
mencari teman. Tak peduli jika dia harus membunuh satu atau dua barang kali.
Baginya, kematian tak terlalu buruk, asal tak kesepian.
Pada Akhirnya, Kata-kata Akan Kembali pada Pemiliknya
Seorang pemuda menyumpahi takdirnya. Menganjingkan dirinya sendiri, menganjingkan kelemahannya sendiri, menganjingkan lingkungannya sendiri. Hingga pagi ini, dia ditemukan mati mengenaskan. Di tubuhnya, tak ada sedikit pun tulang yang melekat.
Mungkin saja, anjing-anjing yang selama ini dilepaskan dari mulutnya, menerkamnya tadi malam.
Mungkin saja, anjing-anjing yang selama ini dilepaskan dari mulutnya, menerkamnya tadi malam.
Agustus, 2018
No comments:
Post a Comment