Saturday 9 November 2019

Prosais; Ada Cinta yang Tercecer di Antara Jarak Kita



Ada Cinta yang Tercecer di Antara Jarak Kita


Merekam kejadian demi kejadian lalu seling membagi dengan harapan, suatu saat nanti, akan ada masa kita memiliki kejadian dan perasaan yang sama, tetapi dengan sudut pandang yang berbeda.

Sama-sama berjuang menyegerakan pertemuan. Bukankah cinta adalah bunga yang selalu mekar di segala musim? Dia akan mekar, hanya dengan pengorbanan? Itu yang kuingat pernah kau katakan padaku. Aku mengangguk. Meng-iyakan katamu. Namun, nyatanya kita hanya dua orang yang dipertemukan di sebuah jalan dan akan dipisahkan di sebuah persimpangan. Tujuan kita berbeda. Kita dipertemukan hanya untuk saling menjaga, tetapi tak selamanya.

Ada perasaan yang tercecer di antara jarak kita. Ada yang tak terungkapkan dan jadi menyebalkan. Mungkin ini terjadi karena pengharapanku padamu terlalu jauh, di atas pencapaian tanganku yang pendek. 

Kediaman adalah mahluk hitam yang perlahan-lahan menelan segala kepercayaan yang kita tumbuhkan bersama. Seperti waktu, tabir akan menyingkap apa yang kita tak ketahui sebelumnya.

Bandung Barat, 13/01/2018


Pict By Author


Ada Tangisan Perihal Luka

Mengemas harapan yang telah mati. Menguburnya di pekarangan tanpa siapapun tahu. Kebohongan, menjadi alat yang kita jadikan pembenaran, perihal luka yang masih meninggalkan sisa.

Menjadi pilu.Kita berduka atas kematian harapan. Senyum menjadi teman yang pergi merantau, entah kapan kembali, entah sampai kapan kembali. Hanya rintik waktu yang tersisa di altar kesunyian. Hanya jejak langkah takdir, di jalan sempit bernama kesialan.

Kita berdua berduka atas takdir yang menjemput. Seolah luput. Seolah lupa tentang janji bersama hingga keriput. Oh ... langit menangis kembali, dan menceritakan perihal luka.

Seperti Nabi Adam yang dipisahkan dengan Hawa saat diturunkan ke bumi. Seperti   sabda, tanpa penerima. Seperti laut, tanpa ikan. Seperti itu aku kehilanganmu.

Kau, aku, dan segala yang tersisa dalam tangisan perihal luka.

Bandung Barat, 24/10/2018 

Pada Kenyataan



Rindu hanyalah air putih dalam gelas. Rasanya tergantung sirup yang dituangkan kekasihmu. Setiap manusia pasti pernah merasakannya, hanya saja ada beberapa kasus yang bertepuk seblah tangan.

Kini kita tak banyak bicara pada akhirnya. Kau sibuk dengan terus mengejar mimpimu, aku terlalu payah untuk bergelut soal mengiklaskan yang tak tergenggam. Kadang, cinta menjadikan setiap dari kita bodoh. Sudah tahu tersakiti, malah mencoba untuk dinikmati. Cinta juga menjadikan kita makhluk yang egois. Tuhan tak menggariskan, tapi kita mencoba melepaskan.

Mungkin salahku yang terlalu banyak, hingga tidurpun kini tak nyenyak. Berharap bangun dengan kau di samping, sedang kenyataan menjadikan kita tak berdamping. Sial rasanya.

Terkadang, aku tak bisa membedakan fiksi dan kejadian nyata. Kau terlalu indah untuk menjadi nyata, tapi mencumbumu dalam fiksi saja aku tak terima. Aku merasa, setengah kegilaan yang tak berasal dalam hidup ini berasal dari senyummu. Sungguh bodoh aku ini. Terlalu terpuruk dan ambruk. Namun memaksa berjuang tanpa penopang.

Wahai, Kau. Adakah langit pernah menceritakan kesendirian ini padamu?

Bandung Barat, 15/06/2019 

No comments:

Post a Comment