Angin berembus kencang, memaksaku untuk
melepaskan diri dari ranting pohon yang selama ini jadi ibu,
hingga akhirnya aku tergeletak lemas di atas sebuah makam. Makam seorang
gadis yang katanya ditemukan mati dengan tak wajar. Tentu saja aku tak
tahu kebenarannya seperti apa, toh, aku hanya mendengar bisik-bisik dari
para peziarah saat jasad gadis itu dikuburkan. Lagi pula, setahuku,
kabar burung adalah kabar setengah benar dan sisanya salah. Jadi, pasti
ada --meski mungkin hanya sedikit-- kebenarannya, bukan?
Barangkali, aku adalah satu dari puluhan bunga yang begitu beruntung
mengetahui sebuah rahasia milik manusia. Mungkin, seseorang itu berhasil
menyembunyikannya dari manusia lain di balik selimut malam. Namun, tak
berhasil menyembunyikannya dari kami, para bunga kemboja yang hidup di
pinggir pemakaman. Aku ingin memberitahukannya pada kalian, tetapi
berjanjilah untuk tidak membicarakannya pada siapa-siapa, ya? Aku mohon.
Saat itu, langit malam sangat tenang, bintang-bintang terlihat senang
berlarian ke sana ke mari, dan bulan tampak cantik seperti gadis yang
dimakamkan itu. Bersinar dengan wajah damai. Aku dan para saudara
--sesama bunga kemboja-- sedang asyik membicarakan spekulasi-spekulasi
bagaimana gadis itu meninggal dan ditemukan.
Aku juga masih menghapalnya dengan jelas. Waktu itu umurku masih kuncup, sedangkan umur saudara tertua telah mencapai akhirnya. Tak
ada angin, hujan, atau sebuah pertanda bahwa malam itu kami akan
menyaksikan sebuah kejadian luar biasa. Kami tak tahu seberapa rahasia
itu jadi begitu tabu untuk diketahui manusia lain. Namun, satu hal yang
pasti. Kami telah berjanji pada malam untuk tak memberitahukannya pada
siapa pun. Saat ini siang, jadi tak apa aku memberitahukannya pada
kalian.
Siluet seseorang tampak dari kejauhan. Ia terlihat mondar-mandir di
depan gerbang pemakaman umum ini. Saat itu, hanya aku yang melihat
gelagatnya yang gelisah, sedangkan saudara-saudaraku masih terlalu
khusyuk berdebat dengan argumen-argumen mereka yang tak masuk akal. Ada
yang bilang perempuan itu mati ditebang, tidak disiram selama beberapa
minggu, atau bahkan dipindahkan dari tempat sebelumnya tanpa akar.
Argumen bodoh! Dua prediksiku yang pasti akan mendekati adalah perempuan
itu pasti meninggal karena tempat tinggalnya yang baru tidak cocok
dengannya, atau hanyut terbawa arus, saat air sungai meluap gara-gara
banyak sampah yang menahan lajunya.
Maaf,
malah ngomong melantur gara-gara ulah para saudaraku. Setelah malam
terasa lebih dingin, siluet itu --yang ternyata adalah seorang lelaki--
terlihat memberanikan diri datang ke kuburan ini dengan terisak.
Menciumi batu nisan dan memeluknya. Setelah itu, ia meminta maaf
berkali-kali, mengulang-ulang kata 'Kulakukan ini atas nama cinta' dan
mulai menggali kuburan itu sendirian.
![]() |
Photo by Artem Beliaikin from Pexels
|
Meski
aku tahu itu melelahkan, tetapi raut wajahnya terlihat bahagia. Sangat
berbeda dengan saat ia datang. Aku dan para saudara menganggap, mungkin
lelaki itu telah menemukan arti kehidupan yang selama ini ia cari.
Hingga rasa lelah tak akan pernah dihiraukannya, sebelum tujuannya
tercapai.
Singkat
cerita, lelaki itu akhirnya bisa mengeluarkan gadis itu dari dalam
tanah. Ia sangat kegirangan, mencium, memeluk, dan tertawa, lalu
membawanya pergi. Aku dan para saudaraku ikut berbahagia untuknya.
Esoknya,
pemakaman umum ini dipenuhi oleh manusia, lelaki itu pun ada. Mereka
semua bergumam, berbisik, dan saling beradu argumen untuk apa mayat
gadis itu. Aku sebenarnya telah berteriak, jika kalian penasaran, tanya
saja pada lelaki berkaca mata di tengah-tengah kalian. Namun, setelah
itu aku bungkam. Ia menatapku, matanya seolah memohon pada kami untuk
tidak pernah membicarakannya pada siapa pun.
Bandung Barat, 02/06/2020
No comments:
Post a Comment