Tuesday, 2 June 2020

Cerpen; Kemboja dan Sebuah Rahasia


#NAD_30HariMenulis2020

#Hari_ke_2

#NomerAbsen_302

Jumkat : 529


Kemboja dan Sebuah Rahasia


    Angin berembus kencang, memaksaku untuk melepaskan diri dari ranting pohon yang selama ini jadi ibu, hingga akhirnya aku tergeletak lemas di atas sebuah makam. Makam seorang gadis yang katanya ditemukan mati dengan tak wajar. Tentu saja aku tak tahu kebenarannya seperti apa, toh, aku hanya mendengar bisik-bisik dari para peziarah saat jasad gadis itu dikuburkan. Lagi pula, setahuku, kabar burung adalah kabar setengah benar dan sisanya salah. Jadi, pasti ada --meski mungkin hanya sedikit-- kebenarannya, bukan?

    Barangkali, aku adalah satu dari puluhan bunga yang begitu beruntung mengetahui sebuah rahasia milik manusia. Mungkin, seseorang itu berhasil menyembunyikannya dari manusia lain di balik selimut malam. Namun, tak berhasil menyembunyikannya dari kami, para bunga kemboja yang hidup di pinggir pemakaman. Aku ingin memberitahukannya pada kalian, tetapi berjanjilah untuk tidak membicarakannya pada siapa-siapa, ya? Aku mohon.

    Saat itu, langit malam sangat tenang, bintang-bintang terlihat senang berlarian ke sana ke mari, dan bulan tampak cantik seperti gadis yang dimakamkan itu. Bersinar dengan wajah damai. Aku dan para saudara --sesama bunga kemboja-- sedang asyik membicarakan spekulasi-spekulasi bagaimana gadis itu meninggal dan ditemukan.

    Aku juga masih menghapalnya dengan jelas. Waktu itu umurku masih kuncup, sedangkan umur saudara tertua telah mencapai akhirnya. Tak ada angin, hujan, atau sebuah pertanda bahwa malam itu kami akan menyaksikan sebuah kejadian luar biasa. Kami tak tahu seberapa rahasia itu jadi begitu tabu untuk diketahui manusia lain. Namun, satu hal yang pasti. Kami telah berjanji pada malam untuk tak memberitahukannya pada siapa pun. Saat ini siang, jadi tak apa aku memberitahukannya pada kalian.

    Siluet seseorang tampak dari kejauhan. Ia terlihat mondar-mandir di depan gerbang pemakaman umum ini. Saat itu, hanya aku yang melihat gelagatnya yang gelisah, sedangkan saudara-saudaraku masih terlalu khusyuk berdebat dengan argumen-argumen mereka yang tak masuk akal. Ada yang bilang perempuan itu mati ditebang, tidak disiram selama beberapa minggu, atau bahkan dipindahkan dari tempat sebelumnya tanpa akar. Argumen bodoh! Dua prediksiku yang pasti akan mendekati adalah perempuan itu pasti meninggal karena tempat tinggalnya yang baru tidak cocok dengannya, atau hanyut terbawa arus, saat air sungai meluap gara-gara banyak sampah yang menahan lajunya.

    Maaf, malah ngomong melantur gara-gara ulah para saudaraku. Setelah malam terasa lebih dingin, siluet itu --yang ternyata adalah seorang lelaki-- terlihat memberanikan diri datang ke kuburan ini dengan terisak. Menciumi batu nisan dan memeluknya. Setelah itu, ia meminta maaf berkali-kali, mengulang-ulang kata 'Kulakukan ini atas nama cinta' dan mulai menggali kuburan itu sendirian.



Photo by Artem Beliaikin from Pexels




    Meski aku tahu itu melelahkan, tetapi raut wajahnya terlihat bahagia. Sangat berbeda dengan saat ia datang. Aku dan para saudara menganggap, mungkin lelaki itu telah menemukan arti kehidupan yang selama ini ia cari. Hingga rasa lelah tak akan pernah dihiraukannya, sebelum tujuannya tercapai.

    Singkat cerita, lelaki itu akhirnya bisa mengeluarkan gadis itu dari dalam tanah. Ia sangat kegirangan, mencium, memeluk, dan tertawa, lalu membawanya pergi. Aku dan para saudaraku ikut berbahagia untuknya.

    Esoknya, pemakaman umum ini dipenuhi oleh manusia, lelaki itu pun ada. Mereka semua bergumam, berbisik, dan saling beradu argumen untuk apa mayat gadis itu. Aku sebenarnya telah berteriak, jika kalian penasaran, tanya saja pada lelaki berkaca mata di tengah-tengah kalian. Namun, setelah itu aku bungkam. Ia menatapku, matanya seolah memohon pada kami untuk tidak pernah membicarakannya pada siapa pun.

Bandung Barat, 02/06/2020

No comments:

Post a Comment