Wednesday 10 June 2020

Cerpen : Kupu-kupu Kata-kata

#NAD_30HariMenulis2020
#Hari_ke_6
#NomorAbsen_302
Jumkat : 841

Kupu-kupu Kata-kata

; Ketika puisi menjadi jembatan perasaan


    Ardi tengah termenung, saat seekor kupu-kupu putih mengitarinya. Berputar-putar, lalu hinggap di kuntum mawar yang ditanam ibunya di dalam pot. Beberapa menit terbang kembali, sebelum akhirnya tergeletak begitu saja di atas meja.

    Dipungutnya kupu-kupu yang kini telah menjadi kertas itu. Di sana, tergores beberapa kata. Lelaki bermata hitam itu tersenyum. Ia sudah tahu pasti siapa yang telah mengirim kupu-kupu kata-kata. Sudah lama sekali ia menunggu kedatangannya.

    Ia berdiri, lalu berjalan menuju kamarnya. Meninggalkan gelas kopi yang tinggal ampas, puntung rokok, dan gorengan yang sudah tak hangat lagi. Lelaki itu sudah tak sabar membaca kalimat-kalimat yang tertera di sana. Kekasihnya yang tinggal jauh di kota pasti mengiriminya sajak-sajak rindu seperti yang lalu.

    Sebelum peradaban maju seperti sekarang. Orang-orang dari dulu telah terbiasa mengirimkan surat yang telah diberi aji-aji, hingga menjadi kupu-kupu. Jauh sebelum internet, SMS, atau tukang pos ada. Orang-orang menganggap bahwa cara seperti inilah yang paling efektif dan rahasia untuk mengirimkan sesuatu yang bersifat pribadi, agar tak diketahui siapa pun. Baik itu strategi perang, memberi kabar saat menjadi musafir, atau surat kerinduan pada seseorang.

    Sekar --yang keturunan ningrat-- telah diajari oleh kakeknya untuk melakukan pengantaran surat lewat media kupu-kupu. Gadis itu telah mengirimkan berpuluh-puluh surat yang selalu membuat lelaki itu deg-degan setengah mampus. Ardi juga bisa melakukannya setelah diajari Sekar. Kejadian itu telah berlangsung sebelas tahun yang lalu, tetapi bagi Ardi, masih terasa seperti kemarin.

    Waktu memutar balikan ingatan-ingatan yang lelaki itu miliki menuju masa lalu. Masa-masa yang sangatt membahagiakan baginya. Karena tak ada jarak yang memisahkan antara lelaki itu dan kekasihnya.

    Di bawah rindang pohon mahoni. Ketika matahari sudah mulai lelah menyinari bumi dengan cahaya dan sedang berjalan lunglai menuju barat. Sepasang kekasih berumur empat belas tahun sedang duduk dan merasakan angin sepoi yang menyapa. Mereka duduk berdampingan, menatap riak air dari beningnya tubuh sungai. Baru saja Ardi menyatakan cinta dan diterima. Amboi! Apalagi yang lebih membahagiakan dari itu bagi sepasang remaja?

    "Ar, jika seandainya kita berdua memang tak ditakdirkan bersama, bagaimana? Aku pasti akan merasa sangat sedih. Bagaimana dengamu?"

    "Haruskah kita membahas ini, Sekar? Kita baru saja sepakat untuk pasrah akan apa yang akan terjadi selanjutnya. Lagi pula, janji yang telah kita ucapkan bukanlah untuk selalu bersama, tetapi tak membiarkan celah untuk setitik benci. Bukankah seperti itu."

    "Meski kita telah mengucapkan janji itu, Ar. Aku masih takut. Aku takut tersebab keegoisan adalah hantu yang kerap muncul dalam dada setiap manusia, ketika itu berhubungan dengan cinta."

    "Tugas kita menenangkannya, Kekasih."

    Remaja lelaki berambut cepak itu lalu memegang tangan kekasihnya. Membuat pipi gadis itu memerah dan detak jantungnya tak beraturan. Beberapa saat kemudian, Sekar melepaskan tangannya.

    "Ar, aku harus sepenuhnya jujur padamu, bukan? Maafkan aku sebelumnya, harus berkata pahit saat bunga-bunga perasaan sedang tumbuh mekar-mekarnya." Gadis itu terlihat meneteskan beberapa air mata, sebelum melanjutkan kalimatnya. "Aku akan pindah ke kota besok, ikut ayah yang dipindahkan bekerja ke sana. Ingat, aku bukan meninggalkanmu, tetapi membiarkan rindu beranak pinak tanpa temu. Kamu jangan khawatir, kita masih bisa saling mengabari dengan ...."

    Wajah Ardi terlihat terkejut dan tentu saja kecewa. Namun, ia juga penasaran dengan apa yang akan dilakukan kekasihnya. Gadis itu terlihat merobek selembar kertas, menuliskan sesuatu, melipatnya, dan membisikkan kata-kata yang lelaki itu tak mengerti. Hingga tiba-tiba saja, kertas di tangan Sekar berubah menjadi kupu-kupu cantik yang langsung mengitari mereka. Sebelum pada akhirnya terjatuh di paha lelaki itu.

    "Bagaimana ... bisa?"

    "Dalam kertas itu ada aji-aji yang perlu kamu ingat, lalu baca dengan penuh keyakinan. Sebab jika ada sedikit saja rasa ragu, kupu-kupu itu tidak akan pernah berhasil dibuat. Seperti cinta kita, Ar, jika salah satu di antara kita kehilangan keyakinan, kisah kita tak akan pernah mencapai pelaminan."

    Sekar lalu menyerahkan kertas dan pena pada Ardi. Tanpa diperintah kembali, ia segera melakukan apa yang tadi Sekar lakukan.

    "Jangan ada sedikit pun keraguan, Ar."

    Dan, begitulah pertama kalinya Ardi bisa membuat kupu-kupu kata-kata yang membuat hati mereka terasa dekat, meski tubuh mereka berjarak.

    Lelaki itu tersenyum, mengingat-ingat masa lalu. Kini, kertas dihadapannya meminta jatah untuk segera dibuka.



*Pada Suatu Rindu

Pada suatu rindu
kenangan terbentang antara diriku
dan denyut jantungmu

Aku mendengar suaramu lewat desir air
mendengar suaramu dilafalkan seluruh penyair
dan segala yang akan berakhir

Aku mencintaimu
di luar kesanggupan hujan
menakar derasnya rinduku

Pada suatu rindu
kau adalah api dalam tungku
yang menanak masa laluku

Aku membaca namamu dalam selembar sepi
membaca namamu di seluruh bait puisi
dan segala yang hendak abadi

Aku mencintaimu
di luar kemampuan waktu
menghitung usiaku



    Di bawah tulisan itu, sebuah catatan agak panjang tertera. Membuat lelaki itu kembali memfokuskan mata untuk membacanya.


    Apakah kamu sudah siap melamarku, Ar? Aku tak akan menunggu kedatangan kupu-kupu kata-kata dari jawabanmu. Nanti, pada tanggal satu april, pukul sembilan malam. Akan ada kereta kencana yang akan menjemputmu dan keluarga ke sini. Jika kamu tak jadi melamarku, jangan buka pintu rumahmu malam itu. Aku akan menunggu keputusanmu dengan debar yang tak biasa.


Salam cinta dariku
Sekar Sri Rahma Devi


    Ada perasaan meledak-ledak di dada lelaki itu. Bukankah ini adalah jawaban dari doa-doanya selama ini? Ardi melempar tinju ke udara. Berdiri, lalu memanggil-manggil ibunya untuk bersiap. Nanti malam, mereka akan pergi melamar.


Bandung Barat, 06/06/2020




*catatan : Puisi di atas adalah milik Usman Arrumy. Pertama kali Admin baca di https://basabasi.co/puisi-puisi-usman-arrumy-pada-suatu-rindu/


No comments:

Post a Comment